Hasil penelitian di Inggris baru-baru ini menyebutkan bahwa media massa dan industri film ikut berperan dalam memicu sikap anti-Islam dan kecurigaan terhadap kaum Muslimin dan orang-orang Arab. Media massa dan film kerap menggambarkan Muslim dan orang Arab sebagai orang yang berbahaya dan suka melakukan kekerasan.
Tapi ada fenomena menarik yang terjadi di Festival Film Internasional Berlin tahun ini. Dalam festival kali ini, terdapat banyak film-film bertemakan Islam yang beberapa diantaranya dibuat oleh sutradara Barat. Dan film-film mereka tidak lagi menyudutkan Islam, tapi mencoba meluruskan stereotipe Barat terhadap agama Islam dan Muslim. Mereka mengangkat tema-tema Islam yang selama ini sering digambarkan secara negatif oleh media Barat, seperti identitas budaya, fundamentalisme dan tradisi membunuh dengan alasan menjaga kehormatan keluarga yang berlaku di beberapa komunitas Muslim.
"Sepuluh tahun setelah peristiwa serangan 11 September, isu-isu semacam itu akhirnya beralih dari kepala berita di surat kabar ke layar lebar. Isu-isu itulah yang harus kita diskusikan" kata sutradara asal Jerman, Burhan Qurbani.
Ia menambahkan, media massa sudah begitu kuat mempengaruhi pola pikir masyarakat dan menimbulkan ketakutan terhadap budaya tertentu tanpa melakukan riset atau bertanya terlebih dulu. "Buat saya, film adalah upaya saya untuk bersentuhan dengan Islam dan memulai sebuah dialog. Untuk membuat orang mau berdiskusi tentang Islam," ujar Qurbani.
Dalam Festival Film Internasional Berlin, Qurbani mengikutsertakan filmnya berjudul "Syahadat" yang menceritakan kesulitan seorang Muslim yang hidup di tengah mayoritas masyarakat yang menganut budaya Kristiani.
Sutradara perempuan asal Bosnia, Jasmila Zbanic sependapat dengan Qurbani. "Media massa memperlakukan Islam secara hitam putih, tak seorang pun yang benar-benar membahasnya dengan serius," tukas Zbanic yang mengikutsertakan filmnya berjudul "Path". Dalam filmnya, Zbanic mengeksplorasi masalah fundamentalisme, budaya dan sejarah kekerasan yang dialami masyarakat Muslim Bosnia.
"Saya berharap film ini bisa memulai sebuah dialog. Sampai sekarang, yang kita lakukan cuma saling memaki dan berteriak," kata Zbanic.
Sutradara lainnya yang mengangkat tema Islam adalah Feo Aladag asal Austria dengan filmnya berjudul "When We Leave." Film ini menceritakan tradisi membunuh orang lain untuk alasan kehormatan keluarga yang berlaku di beberapa komunitas Muslim. Media Barat selalu menggambarkan tradisi itu sebagai bagian dari ajaran Islam dan dalam filmnya Alagag ingin menjelaskan bahwa tradisi itu hanya bagian dari budaya masyarakat bersangkutan dan tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam.
"Tradisi membunuh orang lain demi menjaga kehormatan usianya jauh lebih tua dari Islam, atau dari agama apapun. Al-Quran sama sekali tidak pernah menyinggung tradisi itu. Mengatakan bahwa tradisi ini adalah ajaran Islam merupakan sebuah penyimpangan informasi tentang agama Islam," tukas Aladag. Festival Film Internasional Berlin atau "Berlinale" yang diselenggarakan sejak tahun 1951 ini, juga menampilkan film "My Name is Khan" yang dibintangi bintang Muslim Bollywood, Shah Rukh Khan. Film ini bercerita tentang perlakuan rasial yang dialami seorang Muslim pasca peristiwa 11 September 2001 di AS.
"My name is Khan" yang saat ini sedang tayang, meraih sukses besar bahkan menjadi film box office di AS dan Eropa. Tapi di India, pemutaran film ini diawasi ketat gara-gara pernyataan Shah Rukh Khan yang membuat sebuah partai Hindu di India tersinggung.
Partai Shiv Sena marah besar hanya karena Khan berkomentar bahwa para pemain cricket Pakistan seharusnya diikutsertakan dalam ajang kompetisi cricket Liga Perdana Menteri India. Kemarahan Shiv Sena terkait dengan hubungan India-Pakistan yang hingga sekarang masih dilanda perang dingin. Akibat pernyataan Khan, Partai Hindu itu berusaha untuk melarang film "My Name is Khan" diputar di India. (ln/iol/bbc) eramuslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar