Siapakah orang yang tidak gundah tatkala usianya memasuki senja namun tak satupun buah hati dimiliki. Wajarlah jika jiwa rindu hadirnya tawa kecil yang turut menghias rumahnya. Melihat tetangga menimang putra atau bahkan cucu-cucunya, jelas menghadirkan rasa berharap memiliki hal serupa. Namun kekhawatiran Zakariya bukan sebatas terputusnya silsilah keluarga. Atau kesepian karena hanya hidup berdua di kala tua.
Lebih dari itu, Zakariya khawatir jika ia tak memiliki putra, generasi penerus dakwah yang dinantikannya tak pernah ada. Ia khawatir dakwah terhenti karena taurits tarbawi tidak terjadi. Ia khawatir, seperti kata Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, “takkan ada generasi yang memegang kendali tarbiyah dan melanjutkan tugas kekhalifahan.”
Rasanya mustahil dalam kondisi sedemikian tua, dan istrinya tidak subur, Zakariya bisa memiliki putra. Namun Zakariya yakin Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tak ada yang mustahil jika Allah menghendaki-Nya. Dan jembatan antara harapan dengan kekuasaan Allah itu adalah doa. Karenanya Zakariya dengan penuh ketundukan berdoa pada-Nya. Dengan bahasa yang indah surat Maryam menceritakandoa itu kepada kita:
(Ingatlah) ketika Zakariya berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, Tuhanku. Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku (orang-orang yang mengendalikan dan melanjutkan urusan) sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul. Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. Jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (QS. Maryam : 3-6)
Lihatlah keyakinan yang membaja dalam diri Zakariya. Bahwa doanya pasti terkabul. Ia menyebutkan logika manusiawi yang menjadi hambatan harapannya: usianya yang telah tua dan istrinya yang tidak subur. Namun ia menegaskan keyakinan itu: aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu.
Maka doa itupun bersambut. Allah mengabulkannya. Persis seperti doa Zakariya. Ia dianugerahi putra yang shalih dan diridhai, yang menjadi generasi penerus, pemegang kendali tarbiyah dan pelanjut tugas kekhalifahan. Sebagaimana Zakariya, putranya juga seorang Nabi. Dan Allah juga memberikan nama untuknya: Yahya. “Nama ini,” kata Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, “adalah nama yang unik dan belum pernah ada sebelumnya.”
Adakah keinginan kita yang lebih tidak mungkin untuk terwujud daripada keinginan Zakariya? Jika demikian, keajaiban doa akan menjawabnya. Asalkan kita yakin Allah mengabulkannya. “Aku,” firman Allah dalam hadits Qudsi, “adalah sebagaimana persangkaan hamba-Ku.” Maka ketika keyakinan itu sekokoh keyakinan Zakariya, doa itu akan bertemu dengan istijabah dari-Nya.
Apapun keinginan kita, berdoalah pada-Nya. Apapun masalah kita, mintalah solusi dengan doa. Apapun kebutuhan kita, mohonkan pada Dia dengan doa. Jika surga saja diminta oleh manusia, sungguh hal-hal lain yang tidak lebih mahal dari surga akan dianugerahkan-Nya. Asalkan keinginan itu baik. Asalkan harapan itu tidak untuk bermaksiat pada-Nya. Terlebih, jika keinginan kita seperti keinginan Zakariya. Agar agama ini Berjaya. Agar dakwah ini mendapatkan kemenangannya.
Barangkali jauhnya realita dengan harapan dalam dakwah ini adalah karena kita belum sungguh-sungguh berdoa pada-Nya. Boleh jadi, tidak tercapainya target-target dakwah atau sulitnya memperbaiki masyarakat karena kita sendiri belum berdoa dengan segenap keyakinan kita. Padahal kita masih ingat, Rasulullah Muhammad SAW pun tak lepas dari doa. Bahkan doa yang detail dalam setiap marhalah dakwah yang dilaluinya. Dalam fase Makkiyah misalnya, kita ingat doa beliau: “Ya Allah, kuatkanlah agama ini dengan salah satu dari dua Umar.” Menjelang perang badar, beliau bahkan berdoa dengan nada yang “mengancam” sebagaimana dikutip Shafiyurrahman Al-Mubarakfury dalam Ar Rahiqul Makhtum: “Ya Allah, jika pasukan ini hancur pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah lagi, ya Allah, kecuali jika Engkau memang Menghendaki untuk tidak lagi disembah selamanya setelah hari ini.”
Adakah keinginan kita yang lebih tidak mungkin untuk terwujud daripada keinginan Zakariya? Jika demikian, keajaiban doa akan menjawabnya. Tak perlu ragu. Allah memiliki segalanya. Dan kepunyaan-Nya tak pernah berkurang dengan permintaan kita. Dengan rasa butuh dan keyakinan akan kedermawanan-Nya mengabulkan doa-doa, kita akan membuktikan keajaiban doa. “Di antara bukti kedermawanan Allah adalah,” kata Aidh Al Qarni dalam As’adu Imra’atin fil ‘alam,”Ia tidak mengecewakan orang yang berharap kepada-Nya dan tidak menyia-nyiakan doa mereka.” Wallaahu a’lam bish shawab.sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar