Ahmad Sarwat, Lc MA
RUMAH FIQIH INDONESIA
Indonesia punya begitu banyak pergerakan dakwah yang ingin menegakkan syariat Islam. Dan perjuangan untuk menegakkan syariah Islam tidak pernah putus. Dari segi niat, rasanya semua sudah baik. Tapi dari sisi langkah nyata, apa benar masing-masing sudah melangkahkan berjalan sesuai sunnatullah?
Apa yang dimaksud deng
an sunnatullah?
Yang dimaksud dengan sunnatullah adalah hal yang terkait dengan hukum sebab akibat secara wajar dan manusiawi.
Contoh, ketika Rasulullah SAW perang Badar, meski diback-up oleh para Malaikat, namun Rasulullah SAW tetap mengambil sebab dan berjalan di atas sunnatullah. Beliau tidak lantas leha-leha lantaran merasa sudah punya 'backing'.
Bersama para pasukan, beliau SAW sibuk berlatih perang, menyiapkan senjata, bahkan membuat strategi dan tipu muslihat sesuai sunnatullah. Kemenangan yang beliau SAW raih, bukan semata-mata turun dari langit, tetapi semua faktor yang bisa menyebabkan kemenangan, memang telah beliau jalani.
Sunnatullah yang harus dijalani dalam menegakkan syariat itu bukan cuma bermodal semangat berapi-api, juga tidak berhenti sampai slogan, poster, unjuk rasa atau sekedar cita-cita. Kalau yang begini, sudah banyak yang melakukannya. Dan tanpa bermaksud mengecilkan semangat itu, sunatullah masih belum dijalankan.
Di sebuah belahan bumi tertentu, kita melihat saudara-saudara kita sibuk menyusun strategi, mengerahkan dana dan massa, serta rajin berkampanye untuk bisa masuk ke dalam parlemen dan struktur pemerintahan. Teorinya, dengan penetrasi ke dalam jantung kekuasaan, mereka berharap bisa menegakkan syariah dari dalam sistem. Slogannya, menegakkan syariah Islam lewat jalur politik. Nah, itu salah satu usaha dalam rangka memenuhi sunnatullah.
Di belahan bumi satunya lagi, saudara-saudara kita yang lain lagi juga sibuk. Tapi bukan masuk arena politik praktis, sebaliknya mereka sibuk menyusun pasukan tempur untuk meruntuhkan pemerintahan 'thaghut' yang mereka anggap sebagai musuh Allah. Slogan yang mereka kumandangkan ternyata sama, Ayo tegakkan syariat Allah. Nah, itu juga salah satu usaha dalamrangka memenuhi sunnatullah juga.
Kita pasti gembira bahwa di penghujung zaman ini masih diizinkan bertemu dengan para pejuang yang ingin menegakkan syariah Islam, meski masing-masing lewat cara yang mereka anggap paling benar. Kadang masing-masing elemen berbeda pendapat tentang jalur mana yang sebaiknya ditempuh. Apakah jalur dalam atau jalur luar.
Tapi di tengah ketidak-kompakan mereka, ada satu hal-hal pokok yang oleh semua elemen disepakati. Pertama, semua sepakat ingin menegakkan syariah Islam. Kedua, semua sepakat untuk menegakkan syariah Islam itu harus dengan kerja keras dan kesungguhan yang tinggi. Juga butuh dana serta sekian banyak resources lainnya.
Sayangnya, ada satu sunatullaah lagi yang justru merupakan sunnatullah yang sangat inti dan fundamental, tetapi sering dilupakan orang.
Apa itu?
Banyak yang lupa bahwa untuk menegakkan syariah Islam, kita butuh selapis generasi yang melek dengan syariah Islam itu sendiri.
Sebab apalah gunanya kita perjuangkan tegaknya syariah, sementara umat Islam sendiri masih tidak paham dengan detail-detailnya. Pada titik inilah sesungguhnya salah satu faktor sunnatullah yang paling fundamental tidak terjalankan dengan baik.
Satu pelajaran berharga dari DI Aceh dan perjuangan syariah Islam mungkin bisa sejenak kita kupas disini. Setelah puluhan tahun perang memakan korban dalam jumlah besar, akhirnya syariah Islam dibolehkan dijalankan disana.
Sayangnya, ketika kemerdekaan untuk melaksanakan syariah Islam didapat, generasi dan khalayak ramai yang paham dan mengerti syariah Islam malah dipertanyakan keberadaannya. Rakyat Aceh yang betahun-tahun berperang memperjuangkan syariah, malah tumbuh dididik tidak bersama syariah Islam.
Tanpa bermaksud mengecilkan arti perjuangan rakyat Aceh selama ini, kenyataannya wilayah yang punya otonomi untuk menegakkan hukum hudud itu malah kekurangan ahli di bidang hukum syariah, khususnya hukum jinayat, hudud, ta'zir dan qishash. Kalau kita kumpulkan ahli syariah di seluruh Aceh, yang bergelar doktor ilmu syariah cuma beberapa gelintir saja. Sungguh ironis, bukan?
Bahkan kita tidak pernah membaca karya tulis di bidang syariah Islam dari para ulama Aceh. Kita juga tidak pernah mendengar misalnya bahwa di Aceh ada fakultas atau Universitas yang konsern di bidang ilmu-ilmu syariah. Maka kalau hari ini kekurangan pakar syariah, rasanya kita bisa dengan mudah menebak penyebabnya.
Itu baru dilihat dari sisi ulama dan pakar hukumnya, kita belum lagi melakukan survey langsung ke rakyat Aceh. Seberapa paham mereka itu dengan hukum Islam? Apakah keluarga-keluarga disana melek syariah? Apakah para remaja dan pemudanya tahu detail hukum-hukum Allah? Apakah para pejabat dan tokoh penting disana juga hidup bersama syariah?
Kita Mulai Dari Sini
Akhirnya, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, semua pihak sepakat bahwa penegakan syariah Islam itu akan tegak berjalan bila penyiapan generasi yang paham dan mengerti syariah itu benar-benar dipersiapkan.
Ya, buat apa negaranya secara formal pakai hukum syariah, tetapi warganya tidak mengerti syariah, bahkan kadang malah phobi, antipati bahkan resisten terhadap syariat Islam.
Pepatah lama mengatakan, tak kenal maka tak cinta. Generasi yang tidak dilahirkan dengan kurikulum pendidikan syar'i, tentunya tidak akan menginginkan tegaknya syariah Islam.
Sebaliknya, generasi yang sejak kecil sudah akrab dan paham betul isi perut syariah Islam, serta hidup dengan sepenuh cinta kepadanya, meski negaranya tidak mengakui syariah, akan melahirkan sebuah pemerintahan yang dekat syariah. Bahkan tanpa harus berteriak-teriak dengan slogan.
Pada akhirnya semua sepakat bahwa tugas berat yang selama ini terlupakan adalah mengajarkan ilmu syariah kepada generasi berikutnya. Mengenalkan ilmu itu kepada khalayak seluas-luasnya, serta melahirkan ribuan ulama ahli di bidang syariah. Inilah proyek besar dan sangat urgen, namun selama ini terlupakan.
Umat Islam butuh wadah dan tempat belajar ilmu syariah. Sebab yang selama ini kita perjuangkan tidak lain adalah tegaknya syariah. Tapi sayang sekali, kemanakah kita bisa belajar ilmu syariah, semua orang menggeleng.
Termasuk orang yang di atas panggung yang sejak tadi teriak-teriak untuk menegakkan syariah. Soalnya, dia sendiri juga kurang mengerti ilmu syariah. Dan tidak tahu kemana mesti belajar syariah.
Repot juga, ya.
Yang dimaksud dengan sunnatullah adalah hal yang terkait dengan hukum sebab akibat secara wajar dan manusiawi.
Contoh, ketika Rasulullah SAW perang Badar, meski diback-up oleh para Malaikat, namun Rasulullah SAW tetap mengambil sebab dan berjalan di atas sunnatullah. Beliau tidak lantas leha-leha lantaran merasa sudah punya 'backing'.
Bersama para pasukan, beliau SAW sibuk berlatih perang, menyiapkan senjata, bahkan membuat strategi dan tipu muslihat sesuai sunnatullah. Kemenangan yang beliau SAW raih, bukan semata-mata turun dari langit, tetapi semua faktor yang bisa menyebabkan kemenangan, memang telah beliau jalani.
Sunnatullah yang harus dijalani dalam menegakkan syariat itu bukan cuma bermodal semangat berapi-api, juga tidak berhenti sampai slogan, poster, unjuk rasa atau sekedar cita-cita. Kalau yang begini, sudah banyak yang melakukannya. Dan tanpa bermaksud mengecilkan semangat itu, sunatullah masih belum dijalankan.
Di sebuah belahan bumi tertentu, kita melihat saudara-saudara kita sibuk menyusun strategi, mengerahkan dana dan massa, serta rajin berkampanye untuk bisa masuk ke dalam parlemen dan struktur pemerintahan. Teorinya, dengan penetrasi ke dalam jantung kekuasaan, mereka berharap bisa menegakkan syariah dari dalam sistem. Slogannya, menegakkan syariah Islam lewat jalur politik. Nah, itu salah satu usaha dalam rangka memenuhi sunnatullah.
Di belahan bumi satunya lagi, saudara-saudara kita yang lain lagi juga sibuk. Tapi bukan masuk arena politik praktis, sebaliknya mereka sibuk menyusun pasukan tempur untuk meruntuhkan pemerintahan 'thaghut' yang mereka anggap sebagai musuh Allah. Slogan yang mereka kumandangkan ternyata sama, Ayo tegakkan syariat Allah. Nah, itu juga salah satu usaha dalamrangka memenuhi sunnatullah juga.
Kita pasti gembira bahwa di penghujung zaman ini masih diizinkan bertemu dengan para pejuang yang ingin menegakkan syariah Islam, meski masing-masing lewat cara yang mereka anggap paling benar. Kadang masing-masing elemen berbeda pendapat tentang jalur mana yang sebaiknya ditempuh. Apakah jalur dalam atau jalur luar.
Tapi di tengah ketidak-kompakan mereka, ada satu hal-hal pokok yang oleh semua elemen disepakati. Pertama, semua sepakat ingin menegakkan syariah Islam. Kedua, semua sepakat untuk menegakkan syariah Islam itu harus dengan kerja keras dan kesungguhan yang tinggi. Juga butuh dana serta sekian banyak resources lainnya.
Sayangnya, ada satu sunatullaah lagi yang justru merupakan sunnatullah yang sangat inti dan fundamental, tetapi sering dilupakan orang.
Apa itu?
Banyak yang lupa bahwa untuk menegakkan syariah Islam, kita butuh selapis generasi yang melek dengan syariah Islam itu sendiri.
Sebab apalah gunanya kita perjuangkan tegaknya syariah, sementara umat Islam sendiri masih tidak paham dengan detail-detailnya. Pada titik inilah sesungguhnya salah satu faktor sunnatullah yang paling fundamental tidak terjalankan dengan baik.
Satu pelajaran berharga dari DI Aceh dan perjuangan syariah Islam mungkin bisa sejenak kita kupas disini. Setelah puluhan tahun perang memakan korban dalam jumlah besar, akhirnya syariah Islam dibolehkan dijalankan disana.
Sayangnya, ketika kemerdekaan untuk melaksanakan syariah Islam didapat, generasi dan khalayak ramai yang paham dan mengerti syariah Islam malah dipertanyakan keberadaannya. Rakyat Aceh yang betahun-tahun berperang memperjuangkan syariah, malah tumbuh dididik tidak bersama syariah Islam.
Tanpa bermaksud mengecilkan arti perjuangan rakyat Aceh selama ini, kenyataannya wilayah yang punya otonomi untuk menegakkan hukum hudud itu malah kekurangan ahli di bidang hukum syariah, khususnya hukum jinayat, hudud, ta'zir dan qishash. Kalau kita kumpulkan ahli syariah di seluruh Aceh, yang bergelar doktor ilmu syariah cuma beberapa gelintir saja. Sungguh ironis, bukan?
Bahkan kita tidak pernah membaca karya tulis di bidang syariah Islam dari para ulama Aceh. Kita juga tidak pernah mendengar misalnya bahwa di Aceh ada fakultas atau Universitas yang konsern di bidang ilmu-ilmu syariah. Maka kalau hari ini kekurangan pakar syariah, rasanya kita bisa dengan mudah menebak penyebabnya.
Itu baru dilihat dari sisi ulama dan pakar hukumnya, kita belum lagi melakukan survey langsung ke rakyat Aceh. Seberapa paham mereka itu dengan hukum Islam? Apakah keluarga-keluarga disana melek syariah? Apakah para remaja dan pemudanya tahu detail hukum-hukum Allah? Apakah para pejabat dan tokoh penting disana juga hidup bersama syariah?
Kita Mulai Dari Sini
Akhirnya, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, semua pihak sepakat bahwa penegakan syariah Islam itu akan tegak berjalan bila penyiapan generasi yang paham dan mengerti syariah itu benar-benar dipersiapkan.
Ya, buat apa negaranya secara formal pakai hukum syariah, tetapi warganya tidak mengerti syariah, bahkan kadang malah phobi, antipati bahkan resisten terhadap syariat Islam.
Pepatah lama mengatakan, tak kenal maka tak cinta. Generasi yang tidak dilahirkan dengan kurikulum pendidikan syar'i, tentunya tidak akan menginginkan tegaknya syariah Islam.
Sebaliknya, generasi yang sejak kecil sudah akrab dan paham betul isi perut syariah Islam, serta hidup dengan sepenuh cinta kepadanya, meski negaranya tidak mengakui syariah, akan melahirkan sebuah pemerintahan yang dekat syariah. Bahkan tanpa harus berteriak-teriak dengan slogan.
Pada akhirnya semua sepakat bahwa tugas berat yang selama ini terlupakan adalah mengajarkan ilmu syariah kepada generasi berikutnya. Mengenalkan ilmu itu kepada khalayak seluas-luasnya, serta melahirkan ribuan ulama ahli di bidang syariah. Inilah proyek besar dan sangat urgen, namun selama ini terlupakan.
Umat Islam butuh wadah dan tempat belajar ilmu syariah. Sebab yang selama ini kita perjuangkan tidak lain adalah tegaknya syariah. Tapi sayang sekali, kemanakah kita bisa belajar ilmu syariah, semua orang menggeleng.
Termasuk orang yang di atas panggung yang sejak tadi teriak-teriak untuk menegakkan syariah. Soalnya, dia sendiri juga kurang mengerti ilmu syariah. Dan tidak tahu kemana mesti belajar syariah.
Repot juga, ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar